Sabtu, 11 Mei 2013

Senja & Fajar


" Maaf, tempat ini kosong? bolehkah duduk di sini? "

Masih dengan novel dan ice cappucino, aku mendongak sedikit untuk melihat pemilik suara yang sedikit mengusik ketenangan ku, sebelum akhirnya aku memutuskan mengusirnya atau aku yang pergi dari tempat ku. Dingin. Aku menatap lekat dari ujung rambut sampai ujung kaki, sosok yang kini persis ada di hadapan ku, ku perkirakan tingginya 175cm, berambut cepak, memakai setelan celana katun hitam dan kemeja lengan panjang biru bergaris, sepatu hitam mengkilat.

hmmm...rapih sekali, jarang ku lihat mahasiswa dengan penampilan serapih ini, ah...mungkin dia mahasiswa baru, atau malah mahasiswa tingkat akhir. ah...biarlah... batin ku

sadar diperhatikan layaknya penjahat yang tertangkap oleh Polisi akibat mencuri sesuatu, Lelaki itu kemudian bertanya lagi " Maaf...nona apa tempat ini kosong? dan errr... kenapa kau memperhatikan ku sampai seperti itu? apa ada yang salah dengan penampilan ku? " Lelaki itu kini membungkuk, wajahnya kini sejajar dengan wajah ku, membuat mata kami persis bertatapan.

mendapat reaksi semacam itu aku terperanjat, untuk sesaat kemudian aku mengemasi novel yang sedang ku baca ke dalam tas ku, dan aku bergegas meninggalkan kursi itu.

" hei Nona... kenapa malah pergi? Nona, ice cappucino mu tertinggal " lamat-lamat aku mendengar suara itu dari kejauhan, ku percepat langkah ku, khawatir pria aneh itu mengejarku.

Siapa dia? berani sekali melakukan hal itu. Mengganggu ketenangan ku, memaksa ku bertatapan langsung dengan matanya, dan yang lebih parah dia berhasil mengusir ku dari tempat itu, yaa walaupun sebenarnya aku tidak perlu pergi, bukankah dia bertanya baik - baik apakah kursi di samping ku itu kosong atau tidak? ah... biarlah, mungkin tadi adalah pertemuan pertama dan terakhir ku dengan pria ajaib itu. aku menggumam sambil terus melangkah menuju gedung kuliah ku.

=======================================================================

Kuliah dimulai pukul 14.40, dan ruangan kelas masih sepi penghuni. Aku perhatikan lingkaran putih besar di belakang kelas, sudah pukul 14.20. Aku mengambil kursi persis di depan dosen, buat ku posisi itu paling pas untuk manusia seperti ku, manusia yang sangat sulit untuk fokus, dan sangat mudah terpengaruh oleh para penyamun.

Oh iya.... nama ku Senja, aku mahasiswi di salah satu Universitas terkemuka di kota ku. Jangan tanya apa jurusan ku, yang jelas aku mengambil jurusan yang penuh dengan mahluk-mahluk yang berbeda jenis dengan ku, entahlah mereka masih manusia atau bukan, dan yang jelas di jurusan ku, mayoritas penghuninya adalah kaum adam, sampai-sampai kaum hawa bisa memilih, perbandingannya adalah 1 hawa dan 5 adam. #kalau mau :p
Sebenarnya aku tipe orang yang menyenangkan dan tidak kaku, hanya saja aku sangat reaktif dengan segala perlakuan di sekitar ku. Menurut beberapa teman ku, aku orang yang sangat misterius. Hari ini bisa sangat baik, besok bisa sangat menyebalkan. Ya... itulah aku.

" hish... kemana mereka semua? 10 menit lagi kelas dimulai, dan hanya aku yang ada di sini... hebat sekali. ! " gerutu ku sambil kembali ku perhatikan benda bulat putih si belakang ruangan yang sedari tadi tidak berhenti berdetak, dan kali ini sudah menunjukkan pukul 14.30. Ku buka catatan kuliah ku mencoba membaca kembali catatan minggu lalu sambil menunggu teman-teman ku berdatangan. Akhirnya pukul 14.35 beberapa teman ku datang, beberapa memilih duduk jauh di bagian belakang, supaya bisa tidur nyenyak(?) katanya, beberapa lainnya memilih duduk di jajaran belakang ku, sampai salah satu dari mereka menghampiri ku.

" Njaa... rajin sekali... jam berapa kamu di sini? " tegur Rara yang akhirnya memilih duduk di sebelah ku
" dari kemarin " jawab ku ketus
" hahahaha....kamu pasti baru dapat musibah ya? " goda Rara, seraya mencolek pinggang ku
" hmmmm....kau tau aku lah " sambung ku malas
" selesai kelas ceritakan yaa... " bujuknya.
" hmmm..." jawab ku masih ogah-ogahan.

Kelas kali ini terasa sangat lama. Konsentrasi ku benar-benar parah. Tidak satu pun catatan dari materi yang disampaikan hinggap di buku ku, aku hanya mampu mencoret-coret buku catatan ku dengan lukisan sketsa wajah lelaki yang aku temui di kantin kampus sebelum kelas dimulai. Beruntung kelas dibubarkan, hanya 60 menit dari total 100menit jatah seharusnya.

" Njaa, jadi mau cerita kan? " Rara membuka percakapan setelah dosen kami keluar ruangan
" kita ke kantin kampus aja yak. " jawab ku disela-sela aku merapikan diktat kuliah ku, memasukkan nya ke dalam tas. " ayo. !" ajak aku pada Rara, yang masih sibuk merapikan diktat dan buku catatannya.
" Hei... kalian mau kemana? gue ikut yaa...dari siang tadi gue belum makan..." suara yang sudah tak asing milik Rahman terdengar, tanpa persetujuan dia langsung menggandeng tangan ku " ayo Njaa... ayo Ra..." lanjutnya setengah menyeret ku keluar.
Aku yang memang menganggap itu hal biasa membiarkan saja Rahman menggandeng tangan ku sampai keluar gedung kampus.
" eh Njaa, Ra, kita mau kemana sih? " Rahman melepaskan tanganku
" Kantin kampus" jawab ku singkat " lu kan laper tadi bilangnya, gue juga laper, Njaa juga pasti laper, gue hafal banget tuh kebiasaannya dari tadi pagi pasti baru cappucino doang yang masuk ke perut Senja... ya kan Njaa? " Rara mencoba menjelaskan pada Rahman sambil menyikut ku
" iyaa.." kata ku lemas.

========================================================================

Sesampainya di kantin kampus mata kami memperhatikan sekitar. Kalau jam segini kantin kampus memang penuh bukan main. Hampir semua bangku terisi, antrian di gerobak-gerobak dan tenda-tenda makanan pun mengular. Melihat pemandangan seperti itu sebenarnya aku sudah malas duluan, tapi apa daya perut ku sudah memberikan peringatan 'siaga 1' untuk segera diisi, kalau tidak segera diisi pilihannya hanya dua, klinik kampus atau Rumah Sakit, dan aku tidak mau memilih diantara keduanya, jadi ya mau tidak mau aku harus makan, lagi pula kayanya Rara sudah mendapatkan kursi kosong untuk kami bertiga.

" Njaa...sini..." teriak Rara dari kejauhan, aku perhatikan nampaknya Rara tidak sendiri meja tempatnya berdiri tidak benar-benar kosong, ada lelaki di sana, tapi tidak lama setelah Rara memanggil kami lelaki itu meninggalkan Rara. Aku dan Rahman bergegas mendekati Rara.

" hufffhhh.. keren juga kamu bisa dapet tempat, padahal kan penuh begini. " ku jatuh kan tubuh ku di kursi kosong yang dipilihkan Rara untuk kami bertiga. lelah. aku sampai tidak ingat kalau tadi aku melihat ada orang lain selain Rara yang ada di meja ini. aku menoleh kiri kanan mencari sosok lelaki yang tadi sempat ku lihat bersama Rara. Raib. Entah pergi kemana lelaki itu.

" mau makan apa Njaa? aku pesenin deh buat kamu, mumpung aku lagi baik nih..." Rara menyodorkan beberapa menu ke pangkuan ku, aku sedikit terperanjat karena sedang sibuk memperhatikan sekitar
" errr... Ra... tadi kamu ga sendirian kan? err... maksud ku meja ini ada orangnya kan? " tanya ku pada Rara, sambil sibuk memilih menu yang akan ku pesan.
" iya Njaa... tuh orangnya lagi pesen ice cappucino, kenapa? " jelas Rara, seraya menunjuk salah satu lelaki di antrian penjual cappucino
" ah... enggak... eh iya, aku mau bakso aja deh Ra, minumnya biar aku pesen sendiri, aku mau ice cappucino, disini ice cappucino nya enak. Lu mau apa ? " tidak begitu memperhatikan lelaki yang ditunjuk Rara, aku menyikut Rahman yang terlihat masih kelelahan, maklum lah jarak kantin kampus dengan gedung kuliah kami lumayan jauh...
" gue samain aja sama Senja, laper banget gue, biar cepet deh, minumnya juga gue mau cappucino ya Njaa...gue tunggu sini ga papa kan? nanti kalau kursinya diambil orang kita ga bisa duduk" Rahman beralasan sambil memasang tampang memelas.
" iya deh..." jawab ku dan Rara nyaris bersamaan. kemudian kami pergi meninggalkan Rahman. Aku menuju penjual cappucino dan Rara menuju penjual bakso.

*sesampainya di depan penjual cappucino*

ish penuh sekali batin ku, sedang sibuk memperhatikan kerumuman yang berteriak memesan. Di tengah kebingungan ku mencari cara untuk memesan, tiba-tiba...

" ice cappucino nya nona..." suara lembut terdengar dekat sekali di telinga ku di tengah riuh suara mahasiswa yang meneriakkan pesanannya.

aku menoleh ke sumber suara itu, aku mendapati sosok lelaki menjulang dihadapan ku dengan tinggi yang ku perkirakan sekitar 175cm, rambut cepak rapih, setelan celana katun hitam dan kemeja lengan panjang biru bergaris. Lelaki yang sama yang mengganggu ku siang tadi, lelaki yang sama yang membuat ku kehilangan konsentrasi selama kuliah tadi.

" err... untuk ku? terimakasih. tapi kamu? " tanya ku dingin, namun berusaha keras agar tidak bereaksi seperti siang tadi
" ambil lah... ada pesanan lain? "  lelaki itu ramah menyodorkan segelas ice cappucino, kini ditambah senyum manis menghiasi bibirnya
" eh dua teman ku sebenarnya pesan juga" jawab ku, mencoba agak ramah
" oke. biar nanti aku antarkan sisa pesanannya ke meja mu, kamu datang sama Rara kan? " lanjutnya.
" terimakasih." bergegas aku kembali ke meja ku, baru dua langkah suara itu kembali terdengar
" heii nona..." aku menoleh, " ice cappucino mu" masih dengan suara ramah dan senyum manis di wajahnya kali ini diiringi dengan gerakan menggoyangkan gelas cappucino di tangannya.
" maaf... terimakasih lagi " gugup. aku mengambil gelas yang ada di tangannya kemudian lekas kembali ke meja ku.

========================================================================

" huffhh... " aku mendengus, aku bantingkan tubuhku ke tempat duduk persis di sebelah Rahman.

" heh, lu kenapa? " Rahman menegur ku hati-hati, nampaknya dia paham, dari raut wajah ku, aku sedang dalam mood yang kurang baik.

" huffhh..." alih-alih menjawab pertanyaannya aku hanya mampu menarik nafas dalam. lelah. bingung. ah... entahlah apa yang aku rasakan. aku letakkan gelas ice cappucino ku di meja kami. sibuk aku memperhatikan kerumunan mahasiswa yang masih tersisa di beberapa tenda dan gerobak penjual makanan dan minuman di kantin. lekat ku perhatikan sosok lelaki 'ajaib' yang menyita perhatian ku seharian ini.
dia manis, bahkan terlalu manis...sikap nya itu, bukan sikap yang biasa ditunjukkan lelaki yang selama ini mendapatkan perlakuan dingin dari ku. tapi kenapa? kenapa dia bisa semanis itu
aku sibuk dengan lamunan ku tentang lelaki 'ajaib' itu, sambil terus memandang ke segala arah. tak karuan. tapi lekas aku tersadar karena mendengar lengkingan suara Rara.

" bakso pesanan datang... ! " Rara mengantarkan pesanan kami bak pelayan restoran. tampak kerepotan, cepat Rahman bangkit dari kursi nya untuk membantu Rara membawakan nampan pesanan kami untuk kemudian menaruhnya ke atas meja. aku hanya menoleh sedikit ke arah Rara dan mangkuk bakso pesanan ku yang sudah berada persis di depan ku hanya ku perhatikan sekilas. tidak selera. kembali menatap kosong.

" Njaa..." suara Rahman dan Rara nyaris bersamaan mengembalikan sebagian kesadaraan ku bersama mereka. masih diam. hanya senyum tipis aku berikan sebagai penanda bahwa aku sudah bersama mereka.
" Njaa...heii..." kali ini suara Rahman terdengar lebih nyaring diiringi gerakan menjentikkan jari ke depan wajah ku. upaya menyadarkan aku sepenuhnya, " lu bakal makan ini kan? lu ga mau ke klinik kampus atau masuk Rumah Sakit kan? " lanjut Rahman, seraya menyodorkan mangkuk bakso ku lebih dekat ke depan ku, memaksa aku untuk segera menghabiskan semangkuk bakso yang sudah ku pesan.

" eh... iya iya..." aku menarik mangkuk bakso, dan melakukan 'atraksi' membuat racikan perpaduan antara sambal dan kecap ke dalam mangkuk bakso ku.

" kenapa Senja? " bisik Rara pada Rahman. pelan. tapi lamat-lamat aku masih mendengar Rara berbisik pada Rahman, sepertinya mereka sedang membicarakan ku, ah entahlah... aku berusaha fokus dan mencoba memakan semangkuk bakso yang sudah ku tambahkan racikan ku. aku menoleh ke arah mereka dan aku melihat Rahman menggerakan bahunya. mungkin itu jawaban atas pertanyaan Rara tadi.
" gue ga kenapa-kenapa " masih sibuk dengan makanan ku " seriusan deh. udah pada dimakan tuh bakso nya, keburu dingin ntar, atau udah enggak pada lapar lagi? " aku berusaha menutupi apa yang aku rasakan dengan sedikit melempar candaan pada kedua teman ku. Refleks. Mereka menarik mangkuk bakso pesanan mereka lebih dekat dan bergegas memakannya. " hihi..." aku cekikikan tipis. melihat tingkah kedua teman ku. Mereka seperti benar-benar ketakukan bakso yang mereka pesan aku habiskan juga.

" dua ice cappucino untuk nona. errr... maaf nona, siapa nama mu? "

aku menoleh cepat ke sumber suara itu. menatap dingin, sosok yang hampir sempurna mengganggu pikiran ku seharian ini. " Senja " jawab ku dingin, ku coba memberikan senyuman tipis di bibir ku agar menghilangkan kesan cewe angkuh yang selama ini melekat setiap kali aku bertemu dengan orang baru, dan kembali perhatianku pada mangkuk bakso.

" aku ulangi ya..." lelaki itu pun mundur beberapa langkah dari meja kami, untuk kemudian dia benar-benar mengulangi kata-katanya " dua ice cappucino untuk nona Senja, dimana saya bisa meletakkan pesanan ini nona? " suara yang sama, tetap ramah, bahkan terasa semakin ramah dengan seulas senyum manis yang terbentuk di bibirnya. Rara dan Rahman tertawa geli melihat kelakuan lelaki ajaib itu. sementara aku? hanya menoleh sekilas untuk kemudian kembali, sibuk dengan makanan ku.

" taruh di sini aja, terimakasih " Rara menjawab pertanyaan lelaki itu diiringi senyum di bibirnya, aku menoleh sekilas ke arah Rara. Lelaki itu pun membungkuk dan menaruh pesanan kami di atas meja, satu ia letakkan persis di depan Rara, masih dengan senyum " silahkan..."

Aku yang duduk diantara Rara dan Rahman seperti dipaksa menatap mata lelaki itu, saat ia  akan meletakkan pesanan cappucino ke depan Rahman,
tatapan nya teduh sekali, mata coklat nya indah. ah... pikiran apa ini?
aku segera mengusir suara-suara aneh yang terdengar di pikiran ku. diiringi dengan gerakan refleks kibasan tangan di atas kepala ku, tapi sepertinya itu memancing perhatian Rahman dan Rara, lelaki ajaib itu pun menghentikan kegiatannya, kemudian ketiganya kompak menatap ku, aku yang bingung ditatap seperti itu buru-buru berkilah
" eh ada lalat tadi " seraya menjawab tatapan mereka, dan itu berhasil membuat mereka tidak menatap ku lagi.

dan satu lagi ia letakkan di depan Rahman, "silahkan..." lelaki itu melanjutkan kegiatannya. persis pelayan restoran bintang lima, yang sedang menjamu tamu ekslusif. Setelah puas beraksi seperti pelayan restoran bintang lima, lelaki itu kembali berkata.
" eh...maaf agaknya aku harus pamit " ia melirik arloji hitam yang melingkar di lengannya, ia pun merapikan kemejanya, dan mengambil tas nya " Ra, aku duluan yaa " lelaki itu pun pamit pada Rara dan meninggalkan kami bertiga.

setelah aku yakin lelaki itu benar-benar pergi, aku beranikan bertanya pada Rara tentang lelaki itu
" emmm... Ra, kamu kenal dia? errr... maksud ku lelaki yang tadi mengantarkan ice cappucino kita tadi " tanya ku hati-hati, agar tidak mengesankan aku penasaran dengan lelaki itu, walaupun sebenarnya aku memang sangat penasaran dengan lelaki itu.

" hihi..." alih-alih menjawab Rara malah senyum-senyum, mendapat jawaban yang tidak memuaskan aku mencoba memicingkan mata, membuat tatapan tajam seperti harimau yang siap menerkam mangsa ke arah Rara, dan agaknya itu berhasil " ehh... Njaa serem ah mata mu itu..." lanjut Rara seraya menutupi mata ku dengan telapak tangannya, aku menyingkirkan tangan Rara dari mata ku. masih menatap tajam " iiihhh... iya iyaa..." kembali Rara menutupi mata ku dengan telapak tangannya " Sebenernya aku juga baru kenal dia tadi Njaa... kebetulan tadi dia duduk sendirian di sini, aku beranikan menyapa dia, berkenalan, menanyakan apa dia datang sendiri dan kursi sekitarnya kosong, dan meminta supaya kita bisa gabung dengan dia" masih dengan telapak tangan berusaha menutupi mata ku.

" berkenalan? berarti kamu tau siapa namanya? " cecar ku pada Rara, kembali ku singkirkan tangannya dari pandangan ku, tidak lagi menatap tajam.

" hihi...itu lah parahnya aku Njaa, aku tidak persis mendengar siapa namanya, yang ada di pikiranku tadi hanya bagaimana cara mendapatkan tempat duduk untuk kita bertiga " jawab Rara takut-takut, khawatir aku kehilangan mood ku.
aku hanya bisa mendengus mendengar pejelasannya. Aku pun menyelesaikan makan ku, dan segera merapikan sisa makan ku.

" yukk kita pulang " ajak ku pada Rara dan Rahman sambil melirik arloji ku, mereka yang terkejut dengan ajakan ku seketika menyudahi makannya dan buru-buru merapikan sisa makan mereka. " yukk..." jawab Rara dan Rahman bersamaan, mereka merapikan kemeja dan bergegas bangkit dari tempat duduk.

pukul 17.00, kantin kampus yang semula ramai sesak, sudah mulai sepi. Sudah tidak ada lagi kerumunan mahasiswa yang semula terlihat di beberapa gerobak penjual makanan dan minuman. Beberapa pedagang malah sudah berkemas dan siap untuk pulang.

" Mas, Njaa duluan yaa..." pamit ku pada penjual cappucino langganan ku yang sedang sibuk berkemas, seraya melambaikan tangan.

" Iya Njaa... hati-hati yaa... besok mampir lagi kan? " aku hanya tersenyum dan mengangguk, kemudian kami bertiga berjalan meninggalkan kantin kampus menuju parkiran kendaraan kampus.

================================================================

Masih pukul 06.00, ku lirik arloji hitam yang melingkar di pergelangan tangan kanan ku, aku pasang earphone yang sudah ku sambungkan dengan ponsel ku, untuk menemani perjalanan ku ke kampus hari ini. Pagi ini aku putuskan untuk berangkat ke kampus menggunakan sepeda dari rumah. Mengenakan setelan kaos berwarna jingga, celana training hitam, topi yang senada dengan kaos yang ku kenakan, ku ikat rambut ku seadanya, membiarkan beberapa helai bergerak bebas di sekitar telinga ku. Tas ransel berukuran sedang sudah siap di pundak ku.

30 menit aku mengayuh sepeda. santai. Aku sudah bisa melihat gerbang kampus kebanggaan ku, jalanan menanjak, pos Satpam diujung jalan menjadi motivasi ku, aku percepat kayuhan sepeda ku, khawatir tidak sanggup melewati jalan itu. Akhirnya aku berhasil mencapai pos Satpam.

" fiiiuuuhhh.... " aku menyeka keringat " Pagi Pak " sapa ku ramah pada dua petugas yang kebetulan berjaga hari itu, masih tersengal. kelelahan " Njaa numpang istirahat ya Pak, hehehe " tanpa menunggu persetujuan kedua petugas itu, aku memarkirkan sepeda ku, kemudian aku turun dari sepeda, duduk bersandar di pos jaga dan mengambil botol air mineral dari dalam ransel ku. aku melihat sekilas, kedua petugas satpam itu hanya tersenyum melihat wajah ku yang penuh keringat yang saat ini duduk bersandar di post jaga mereka. " eh Pak, Njaa boleh kan numpang duduk di sini? sebenernya nih Pak, yang bikin cape bukan perjalanan dari rumah ke gerbang kampus, tapi justru perjalanan menanjak dari depan gerbang ke pos bapa ini yang bikin nafas Njaa hampir habis, hehehe " ceracau ku, masih dengan botol air mineral di tangan, sesekali menyeka keringat yang bercucuran, senyum kedua bapak yang sedari tadi memperhatikan tingkah laku ku makin mengembang. Setelah berhasil mengatur nafas dan dirasa cukup kuat untuk kembali mengayuh sepeda aku mengemasi botol air mineral dan memasukkan kembali ke dalam ransel, bersiap melanjutkan perjalanan. kantin kampus. aku sudah siap di atas sadel sepeda " Pak, makasih yaa..." sambil lalu aku mengayuh kembali sepeda ku, meninggalkan pos satpam itu. Dari kejauhan aku melihat kedua satpam itu masih tersenyum, dan terlihat mereka menggelengkan kepala.

*Kantin Kampus*
Kantin kampus masih sangat sepi, hanya ada beberapa pedagang yang sudah membuka lapaknya. Pedagang nasi goreng, pedagang roti bakar, penjual jus, dan Mas Ayip cappucino. Aku menghampiri Mas Ayip, setelah aku pastikan sepeda ku sudah terkunci dan terparkir dengan baik di tempatnya.

" Mas, Njaa mau chococino, mmm...." belum sempurna menyebutkan pesanan ku,
" hangat, jangan terlalu manis, karena Njaa udah manis, nanti diantar ke meja di pojok deket pohon itu ya Mas." Mas Ayip menirukan gaya ku memesan. Sepertinya Mas Ayip sudah hafal benar pesanan ku setiap pagi.
" Haha...Mas Ayip ini..." aku tertawa geli melihat gaya Mas Ayip menirukan ku saat memesan " oke, Njaa tunggu ya Mas " aku berjalan ke kursi di pojok kantin.

Aku melepaskan tas ransel dari pundak ku, kurang dari sepuluh menit Mas Ayip datang mengantarkan chococino hangat pesanan ku.
" Ini Njaa... " Mas Ayip menaruh pesanan ku di atas meja. Aku merogoh kantong celana ku, mencari selembar uang sepuluh ribuan yang memang sudah ku persiapkan tadi. " Eh, Njaa ga usah " sergah Mas Ayip ketika aku menyodorkan uang kepadanya " ini sudah dibayar " lanjutnya, kemudian Mas Ayip mengambil tempat duduk di depan ku. " kemarin ada yang datang kesini, dia menanyakan Njaa, tapi saat Mas bilang Njaa udah seminggu ga mampir kesini, akhirnya dia hanya menitipkan uang untuk setiap pesanan Njaa di tempat Mas, dia bilang Mas cukup catat semua pesanan Njaa, biar nanti dia yang bayar " jelas Mas Ayip. Aku ternganga. bingung. Nampaknya Mas Ayip menangkap kebingungan dalam ekspresi ku " dia lelaki yang tempo hari duduk sama Njaa dan Rara, yang sore-sore itu loh, mmm...bukan yang datang sama Njaa, tapi yang duluan datang..." Mas Ayip kembali menjelaskan, kali ini Mas Ayip sedikit khawatir aku akan bereaksi keras padanya. Aku menatap mata Mas Ayip. Dingin. Mas Ayip tidak berani menatap mata ku. Tertunduk beberapa saat, kemudian Mas Ayip kembali bicara " Kalau Njaa ga suka, Mas bisa balikin uang ini ke dia, Mas ga mau Njaa marah " kali ini suara Mas Ayip hampir tidak terdengar. Buru-buru Mas Ayip meninggalkan meja ku, khawatir aku membentak atau bersikap keras padanya.

" Mas Ayip " Baru tiga langkah menjauh dari meja ku, Mas Ayip menoleh karena mendengar suara ku. " hmmm... bilang makasih sama dia. errr... maafin Njaa yaa " aku tersenyum sambil mengangguk kecil pada Mas Ayip, Mas Ayip pun membalas senyum ku dan kembali ke tempatnya berjualan.

aku melamun, memandang berkeliling kantin kampus. kosong. bingung. tidak mengerti apa maksud dari lelaki ajaib itu. chococino hangat yang ku pesan sudah berubah menjadi chococino dingin. terlalu lama ku diamkan.

Jam dinding berdentang mengejutkan ku, membuyarkan semua lamunan kosong ku, membuat ku tersadar. Pukul 07.00. Masih ada waktu sekitar tiga jam lagi untuk kelas pertama ku.
Aku menyadarkan tubuhku. Malas. Untuk sesaat aku berfikir sepertinya lebih baik aku tidur sebentar. Aku meminum chococino ku, beberapa menit kemudian aku sudah tidak sadarkan diri. Tertidur. Dengan posisi kepala tertunduk di atas meja dengan tangan sebagai penopang.

Jam dinding kembali berdentang, Pukul 08.00 kali ini membangunkan ku, aku melihat sekeliling. Aku terperanjat saat mendapati ada orang lain yang sedang duduk santai di meja ku, hampir aku loncat dari kursi ku. Aku berkemas, merapikan diri ku dan bersiap meninggalkan kursi ku. Tapi kali ini sosok yang ada dihadapan ku itu menahan ku, ia berdiri, memegang pergelangan tangan ku " Jangan pergi lagi. " seraya memaksa ku duduk " tolong..." terdengar nada memohon. " duduklah..." kali ini suaranya terdengar sangat pelan. " maaf kalau sikap konyol ku mengganggu mu, aku hanya ingin mengenal mu lebih dekat. kau, Senja. Pertemuan kita seminggu yang lalu bukanlah pertemuan pertama kita yang sebenarnya. Aku sudah lama memperhatikan mu. Sudah genap dua semester ini, aku mengamati kebiasaan mu duduk di tempat ini, memesan chococino hangat setiap pagi, dan ice cappucino setiap istirahat makan siang. Mobil sedan putih D 1739 FQ yang kau gunakan, selalu kau parkir di halaman parkir utama, dan selalu kau ganti dengan sepeda untuk meneruskan perjalanan mu dari halaman parkir menuju gedung kuliah mu. Tapi sebelum pertemuan kita seminggu yang lalu, aku belum berani untuk bicara seperti ini. Baru seminggu yang lalu, aku berani menegur mu, dan yang terjadi kau malah meninggalkan ku, tapi aku tidak bisa menyerah. Sore harinya aku sengaja menyempatkan datang lagi ke kantin ini, duduk di tempat ini menunggu mu, dan dugaan ku tepat, kau datang walau aku sedikit kecewa karena ternyata kau tidak datang sendiri, tapi untunglah teman mu Rara sedikit lebih ramah dan mau meminta kursi kosong di samping ku, dengan sangat senang aku mengatakan dia dan semuanya boleh duduk bersama ku, sebenarnya aku berharap kamu yang memintanya, tapi tak apalah, beberapa hari setelah kejadian sore itu kau tak pernah terlihat lagi, aku khawatir kau marah karena kekonyolan ku sore itu. Selama seminggu aku bolak-balik menanyakan tentang kamu pada Mas Ayip, dan Mas Ayip hanya bilang kamu belum datang lagi sejak sore itu. Dan hari ini aku lihat kamu mengayuh sepeda, menyapa ramah dua petugas satpam di pos jaga di gerbang utama, menyapa Mas Ayip dengan senyum, dan bagaimana kamu berusaha untuk tidak bereaksi keras pada Mas Ayip atas apa yang dilakukan Mas Ayip. Senjaa... aku kagum semua tentang kamu. " Lelaki itu menjelaskan " ehem..." ia berdehem " Aku Fajar " lelaki itu mengulurkan tangannya. Tatapan teduh dari mata coklat nya, berharap aku menyambut uluran tangannya.

Iya, lelaki itu adalah lelaki yang sama. Lelaki yang aku temui seminggu yang lalu. Lelaki yang bertindak konyol. Lelaki dengan senyum manis sekalipun aku menatap nya dingin. Lelaki dengan tinggi 175cm, kemeja lengan panjang biru bergaris dan celana katun hitam, rambut cepak, dan sepatu hitam mengkilat, yang mengganggu pagi ku, membuat ku kehilangan konsentrasi saat kuliah seminggu yang lalu. Lelaki itu Fajar. Setelah seminggu, akhirnya aku tau siapa dia.

Aku terkesima, begitu detil dia mampu menyebutkan kebiasaan-kebiasaan ku. Aku menatapnya, kali ini bukan dengan tatapan dingin. aku sambut uluran tangannya " Aku Senja " kataku ramah, dengan senyum menghiasi bibir ku.
" iya aku tau " katanya, membalas senyuman ku, lebih manis dari senyum yang ku lihat sebelumnya " terimakasih Senja " lanjut nya menggenggam tangan ku.

Aku kembali menatapnya lekat dari ujung rambut sampai ujung kaki. Hari ini Fajar mengenakan setelan kaos berwarna biru langit, celana training hitam, rambut cepaknya tertutup oleh topi hitam yang ia kenakan.

" heii... kamu sengaja? " aku memicingkan mata ke arah Fajar, membuat tatapan sesinis mungkin, tapi tidak berhasil. Fajar lagi-lagi malah tersenyum. Tangannya mencoba menutupi mata ku.

" Iya aku sengaja... sudah ku bilang aku mengagumi semua tentang kamu... dengan cara ku " Fajar menaikkan alisnya, menggoda ku " Kamu dengan Jingga, dan Aku dengan biru " lanjutnya.
================================================================

 Kring. ! Kring . ! suara bel sepeda Fajar, ini kedua kalinya Fajar membunyikan bel sepeda untuk mengingatkan Senja untuk bergegas keluar dari rumahnya.

" Sebentar... " Senja pun keluar rumah sudah di atas sepedanya, sambil membawa sebuah buku bersampul perpaduan warna jingga dan biru. Senja teresenyum manis sekali ke arah Fajar " Masih ingat ini? " Senja menggoda Fajar, digoyangkannya buku tersebut di depan wajah Fajar. Mata Fajar terbelalak, dia tau persis buku apa yang ada di tangan Senja. Melihat mata Fajar yang terbelalak Senja bersiap dengan sepedanya, untuk melarikan diri secepat mungkin dari Fajar.

" Senja.... " Fajar memekik keras sekali " Awas kau..!!! Kemarikan buku itu. !!! " Dugaan Senja tepat, buku itu berhasil membuat Fajar mengejar Senja, buru-buru Senja mengayuh sepedanya sekuat tenaga.

" Kejar aku kalau kamu mau buku ini " Senja menjulurkan lidahnya menggoda Fajar, kayuhan sepeda Senja semakin cepat, meninggalkan Fajar jauh di belakang. Setelah dirasa jarak yang dibuatnya aman, Senja menghentikan kayuhan sepedanya, ia beristirahat di bawah pohon, sambil membuka-buka kembali buku itu. Senja tersenyum geli membaca setiap lembar buku yang ada di tangannya, sampai akhirnya terdengar suara yang sangat ramah, iya... suara Fajar...

" Maaf, tempat ini kosong? bolehkah duduk di sini? " Fajar menirukan gerakan saat pertama kali mereka bertemu di kantin kampus tepat empat tahun lalu.

keduanya bertatapan dan tertawa. Buku jingga biru itu adalah buku milik Senja, ia memang senang sekali menuliskan kejadian yang ada di sekitarnya, diantara berlembar buku itu terselip cerita awal mereka bertemu dan berkenalan.

=======================================================================

 Santi Riani

Tidak ada komentar:

Posting Komentar